Trendtech, Jakarta – Alcatel-Lucent Enterprise (ALE) pada akhir Oktober lalu mengumumkan program ALE Geek Battle, yang merupakan kompetisi untuk membangun aplikasi di atas platform Rainbow ALE, hasil kerjasama dengan Pemerintah Indonesia dan Dicoding. Program yang menargetkan beasiswa bagi 1.500 pendaftar untuk mengikuti kelas dasar pemrograman ini mendapatkan sambutan luar biasa dari masyarakat.
Dalam kurun waktu dua minggu pendaftaran untuk program ini, yang dibuka pada awal November, berhasil menarik 4.122 peserta, jauh melebihi target yang ditetapkan. Di tahap selanjutnya, ALE mengumumkan 203 peserta terbaik yang berhasil lulus dari kelas Android Pemula dan berhak untuk mengikuti Kelas Programming Expert.
Baca juga : Cari Programer, Alcatel-Lucent Gelar ALE Geek Battle
Dari 203 peserta yang mengikuti Kelas Android Lanjutan, nantinya akan dipilih 30 peserta terbaik yang akan bertarung di kompetisi ALE GeeK Battle pada 2 Januari sampai 28 Februari 2020 mendatang. Puncak rangkaian kegiatan ini adalah pada 19 Maret 2020 dimana ALE akan mengumumkan pemenang ALE Geek Battle. Para pemenang berkesempatan mendapatkan kontrak kerja ALE dengan total kontrak mencapai 100 juta rupiah untuk tiga orang pemenang.
Selain itu, ALE juga mengumumkan nama tujuh juri yang akan terlibat dalam kompetisi ini yaitu: Adios Purnama, Country Manager ALE Indonesia; Novse Hardiman, Communication Pre-Sales Manager ALE SEA; Ir. Budi Rahardjo, M.Sc., PhD., Dosen dan Pakar IT; Aditya Satrya, Kepala Pengembangan IT Pusat Layanan Digital Jawa Barat; Ibnu Sina Wardy, Founder GITS Indonesia; Sidiq Permana, CIO NBS Indonesia; serta Narenda Wicaksono, CEO Dicoding.
“Saat ini penetrasi Internet di Indonesia berkembang sangat pesat. Pada 2015, pengguna Internet di Indonesia mencapai 92 juta orang dan tahun ini jumlahnya sudah mencapai 152 juta orang. Perkembangan industri digital, terutama e-commerce dan transportasi online, juga terlihat terus meningkat. Salah satu penggerak dari kedua sektor ini adalah para programmer andal yang bekerja di balik layar. Melalui ALE Geek Battle, Alcatel-Lucent Enterprise berusaha ikut mendorong pertumbuhan ekonomi digital dengan memberikan kesempatan kepada semua pekerja Indonesia di usia produktif untuk memiliki kemampuan digital dengan mengikuti kelas Android Pemula secara gratis,” jelas Adios Purnama, Country Manager Alcatel-Lucent Enterprise Indonesia.
Ia menambahkan bahwa antusiasme tenaga kerja Indonesia ternyata cukup besar yang dapat dilihat dari jumlah pendaftar yang melebihi target. Ini menandakan bahwa para pekerja tanah air sangat membutuhkan program-program pelatihan yang bisa membantu meningkatkan kemampuan digital dan daya saing mereka.
Adios juga menambahkan bahwa pertumbuhan aplikasi terjadi dengan sangat pesat. Saat Apple meluncurkan App Store pada tahun 2008, hanya ada 500 aplikasi yang tersedia. Seiring waktu pertumbuhannya telah menjadi berpuluh kali lipat. Pada Q1 2019, para pemilik perangkat mobile Android bisa memilih 2,6 juta aplikasi, sementara pengguna iOS bisa memilih 2,2 juta aplikasi. Aplikasi mobile diprediksi terus tumbuh sekitar 33 persen per tahun. Tentunya diperlukan tenaga programmer andal dengan keahlian yang tepat untuk membangun aplikasi, baik aplikasi umum di berbagai OS Mobile maupun aplikasi internal di perusahaan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. McKinsey Global Institute memperkirakan kebutuhan akan programmers dan coders akan naik 55 persen dalam 10 tahun ke depan.
“ALE telah berkomitmen untuk terus mendukung upaya memajukan kemampuan ekonomi digital Indonesia. Tahun lalu (2018), ALE mengadakan ALE Hackathon untuk membantu pertumbuhan start-up di Indonesia. Tahun ini kami lebih fokus untuk menumbuhkan talenta digital karena hal ini merupakan inti dari pertumbuhan ekonomi digital. ALE akan terus berkomitmen untuk terus berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi digital Indonesia” terang Adios.
Laporan bertajuk “Indonesia: Enhancing Productivity through Quality Jobs” yang dirilis oleh Asian Development Bank menyebutkan salah satu pendorong untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dengan menjembatani jurang keahlian sumber daya manusia Indonesia. Meski pemerintah telah menaikkan anggaran pendidikan menjadi 20 persen, namun pelajaran atau keahlian yang diterima siswa belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pasar.
Narenda Wicaksono, CEO Dicoding menjelaskan “Antusiasme peserta ALE Geek Battle menjadi salah satu indikasi hausnya para developer di Indonesia untuk mendapatkan pelatihan-pelatihan yang mampu meningkatkan keahlian khususnya di era industri 4.0 ini di mana berbagai industri kian beralih menuju otomasi.” Menurut World Economic Forum, di masa depan SDM yang memiliki keahlian teknis seperti programming dan pengembangan aplikasi akan menjadi incaran perusahaan.
“Untuk itu, penguasaan keahlian yang tepat oleh talenta-talenta muda di bidang IT menjadi sebuah keharusan. Keahlian di bidang programming terbukti menjadi salah satu nilai jual tinggi bagi SDM. Oleh karena itulah kami fokus dan berkomitmen dalam memberikan pelatihan kepada generasi muda yang tertarik dengan dunia programming,” jelas Narenda.
Baca juga : Huawei Buka 5G Innovation and Experience Centre di London
Narenda juga mengungkapkan meskipun kebutuhan akan programmer semakin besar, tetapi tidak banyak programmer andal yang ada di Indonesia. Hampir setengah dari sarjana jurusan TI tidak memilih karir sebagai programmer. Hal ini menciptakan kesenjangan antara kebutuhan pasar akan programmer andal dengan tenaga programmer yang ada. “Berdasarkan pengalaman, banyak programmer yang belajar di Dicoding dengan sungguh-sungguh, bahkan bisa mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang bagus walaupun mereka hanya lulusan SMU. Mereka tidak hanya dari Jakarta, namun juga kota-kota lain di Indonesia. Yang paling penting itu adalah kesungguhan dan semangat pantang menyerah yang perlu selalu dipegang para developer, sehingga mereka tidak mudah puas dan mau untuk selalu belajar hal baru, agar selalu mampu bersaing dengan developer dari luar negeri,” terang Narenda.
Salah satu kisah sukses lulusan Dicoding adalah Junia Firdaus yang sempat menjadi loper koran sebelum akhirnya berhasil menjadi Android Engineer setelah mengikuti kelas Menjadi Android Developer Expert (MADE) di Dicoding. Kemampuannya di bidang design pattern dan pengolahan data API di kelas MADE membuatnya cepat diterima di dunia kerja