Trendtech, Jakarta – Festival seni dan teknologi international Ars Electronica Festival (AEF) kembali digelar di tahun 2020 pada tanggal 9 – 13 September mendatang dengan mengangkat tema “Kepler’s Garden” dengan pusat pameran di Kepler Garden, JKU University Linz, Austria. “Kepler`s Garden” merupakan metafora prinsip dari AEF dalam situasi global lockdown sekarang, yaitu: sebuah festival yang mewujudkan serta menghadirkan jaringan baru di 120 lokasi di seluruh dunia yang dilakukan secara virtual.
Di edisi ke-41 AEF ini, untuk kedua kalinya, Connected Art Platform (CAP) mendapatkan kehormatan untuk berpartisipasi di salah satu festival seni-teknologi terbesar di dunia. Kali ini, CAP diundang untuk menjadi penyelenggara Ars Electronica Garden Jakarta, melengkapi 120 lokasi yang tersebar di berbagai negara di seluruh dunia, untuk bersama-sama membangun jaringan biotopes dan ecosystem sebagai langkah kerjasama membangun masa depan.
Baca juga: 10 Hot Consumer Trends pada Tahun 2030, Prediksikan Internet Sepenuhnya Terhubung dengan Panca Indra
Mona Liem selaku kurator CAP, telah memilih lima seniman Indonesia dengan latar belakang beragam mulai dari arsitek, scanographer, painter, studio motion, creative lab dan aktivis kemanusiaan. Kesamaan mereka adalah memadukan seni dengan science atau technology untuk menyampaikan keresahan serta perhatian mereka terhadap tantangan dan keadaan yang ada disekitar mereka sekaligus mendorong tumbuhnya gagasan-gagasan baru sebagai bagian dari solusi. Para seniman mengangkat tema besar “Prisma Garden” yang mengambil inspirasi dari keberagaman alam dan manusia di Indonesia. “Prisma Garden” menunjukkan bahwa dengan adanya keanekaragaman yang ada di Indonesia, seni memiliki fungsi tersendiri sebagai jembatan berbagai elemen kehidupan yang ada di masyarakat.
Tema “Kepler’s Garden” mengajak penyelenggara ditiap negara untuk menunjukan keindahan dan keistimewaan dari tiap lokasi dari Ars Electronica Garden 2020 yang tersebar di 120 lokasi di dunia. Motionbeast menginterpretasikan ide ini dengan menggunakan teknologi drone.
Motionbeast mengeksplorasi mengenai keindahan perkebunan teh di Indonesia hingga cerita dari para petani mengenai kehidupan mereka dan fungsi teh sebagai penyambung silaturahmi melalui virtual tour. “Tea Plantation” mengajak masyarakat dunia untuk mengenal Indonesia sebagai salah satu pemasok daun teh terbesar di dunia sejak abad ke-17.
Prison Art Programs (PAPs) yang dimotori oleh Angki Purbandono, mengingatkan kita untuk menghormati keberagaman manusia yang direfleksikan melalui rangkaian berbagai daun dalam karya bertajuk “Atas Nama Daun”. Ide ini ditemukan saat dia berada di penjara dikarenakan daun ganja. Seni-lah yang menyelamatkan hari-hari seorang Angki dan dia menularkannya kepada teman-temannya sehingga terbentuklah pergerakan seni karya kolaboratif yang menggunakan basis artistik “kenangan penjara”. Platform ini memberi orang ruang, hak, dan kebebasan tertentu tidak hanya selama mereka di penjara, tetapi juga setelah dibebaskan.
Selain itu, ada dua orang seniman yang merasa resah dengan tantangan di perkotaan. Naufal Abshar, seniman lukis asal Jakarta, merasa resah atas tumbuhnya hutan beton di kotanya. Naufal dengan gaya satirnya, bereksplorasi dan bereksperimen bagaimana seharusnya kota yang hijau dan ideal. Kali pertama terlibat dalam festival berskala internasional seperti ini, Naufal membebaskan imajinasinya in dengan taman ciptaannya yang tersebar di berbagai tempat di Jakarta. Ia bahkan berkreasi dengan tablet-tablet yang difungsikan menjadi tanaman pada karyanya “I bet U love my garden”.
Baca juga : Tren AI dan IoT Perusahaan Mau Tak Mau Harus Bertransformasi
Rubi Roesli, sebagai seorang arsitek Rubi mengeksplorasi ruang dan komposisi melalui karya “String Composition Serie 6” yang merupakan intervensi seorang arsitek pada suatu ruang. Rubi bermain dengan garis untuk merepresentasikan material fisik, bukan merepresentasikan bangunan, yang berinteraksi langsung dengan ruang nyata. Instalasi ini merupakan respon terhadap ruang terbuka yang ada di Jakarta. “Saya ingin dengan adanya instalasi ini, kita semua belajar dan berpikir tentang ruang dimana kita berada dan bagaimana merespon keberadaannya”, tandasnya.
Notanlab, mengangkat fenomena media sosial dan generasi Z (after Millennial behaviour) melalui aplikasi berbasis situs “c o l o ( u r )”. Aplikasi ini akan menganalisa karakter kita lewat berbagai jenis tumbuhan yang ada di Indonesia, yang nantinya dipilih untuk diwarnai oleh pengguna. Dengan bantuan teknologi, pengguna akan mendapatkan hasil bahwa emosi dan keberuntungan dapat mempengaruhi hasil.