Trendtech, Jakarta – Harga Bitcoin (BTC) telah berkonsolidasi di rentang harga $27.000-29.800 dalam satu pekan terakhir. Pada hari Sabtu (6/5) Bitcoin sempat melonjak ke $29.800, yang merupakan level tertinggi dalam sepekan terakhir. Namun, hari ini Selasa (8/5) pukul 08.00 WIB, BTC kembali turun ke kisaran US$27.575 turun 2,50% dalam 24 jam terakhir. Total Market Cap pasar Aset Kripto juga melemah sebesar 2,92% menjadi US$1.14 Triliun.
Bitcoin sempat menguat pada kamis (4/ 5) ke kisaran US$29.300, merespon positif kebijakan kenaikan suku bunga The Fed di rentang 5-5.25% untuk menekan inflasi. Namun pekan ini Bitcoin dan Ethereum di bawah tekanan jual dengan banyaknya katalis negatif yang muncul.
Baca juga: D3 Labs: Sederhanakan dan Berdayakan Bisnis Keuangan melalui Adopsi Blockchain
Financial Expert Ajaib Kripto, Panji Yudha, menjelaskan tekanan jual BTC dimulai setelah Amerika Serikat mencatat data Non Farm Payrolls pada April 2023 yang dirilis Jumat (5/3) sebesar 253.000, lebih tinggi dibanding periode sebelumnya 165.000 dan di atas konsensus 180.000. Penambahan pekerjaan yang lebih baik dari perkiraan dalam ekonomi AS menandakan peningkatan daya beli, yang dianggap sebagai katalis positif untuk Indeks Dolar AS (DXY) dan negatif untuk pasar Aset Kripto.
Selain itu, Penurunan harga BTC juga didorong oleh kemacetan pemrosesan transaksi di jaringan Bitcoin akibat lonjakan transaksi. Saat ini lebih dari 390.000 transaksi dengan total 179 blok yang belum diselesaikan dan akan berdampak pada biaya pengiriman Bitcoin yang naik hingga 330%.
“Dilansir Blockchain.com, ketika jaringan Bitcoin berjalan normal maka biaya pengiriman dimulai dari US$0,55 – $2,5 per transaksi. Namun saat terjadi kemacetan seperti saat ini biaya transaksi naik hampir US$30 per transaksi,” ujar Panji Yudha.
Menurut Panji, pergerakan harga Bitcoin dan Ethereum saat ini sedang menunggu rilis data angka inflasi Amerika Serikat yang akan keluar pekan ini. Ia menyarankan investor aset kripto untuk wait and see untuk mencermati rilis data inflasi April yang akan keluar Rabu malam (10/5). Para ekonom memprediksi harga konsumen inti (CPI) AS menjadi 5,5% dari YoY, sedangkan tingkat inflasi tahunan AS diperkirakan menjadi 5% YoY.
“Jika data CPI dan inflasi AS lebih rendah atau sesuai perkiraan maka akan menjadi katalis positif bagi Bitcoin dan Ethereum. Namun, jika angkanya lebih tinggi di atas prediksi pasar maka Bitcoin berpotensi melanjutkan koreksi karena akan mendorong The Fed untuk mempertahankan suku bunga yang lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama,” kata Panji.
Panji menganalisis level support Bitcoin ada di harga US$26.600 dan resistance di level US%27.800 sementara level support Ethereum di harga US%1.750 dan resistance level US$2.000. “Investor sebaiknya mencermati rilis data tingkat inflasi AS dan menunggu harga BTC dan ETH di level support sebelum melakukan aksi akumulasi,” kata Panji.
Baca juga: Aktif Dukung Implementasi QR Cross Border, DANA Bisa Digunakan di Malaysia
Analisis Teknikal Bitcoin & Ethereum Minggu ini
- BTC/USDT
- Support: US$ 26.600
- Resistance: US$ 27.800
Selasa (8/5) pagi 08:00 WIB, BTC bergerak di kisaran US$27.575. Pergerakan BTC terdapat pola candlestick three black crows yang menunjukan BTC berpotensi akan lanjut melemah. Didukung juga adanya death cross MA-20 yang bergerak melintas di bawah MA-50. BTC berpotensi untuk melemah ke area support terdekat yang berada di US$26.600. Indikator stochastic bergerak turun di di bawah area centreline dan MACD histogram bar dalam momentum bearish.
- ETH/USDT
- Support : US$1.750
- Resistance : US$2.000
Secara teknikal, Selasa (9/5) pagi 08:00 WIB, ETH bergerak di kisaran US$1.842. ETH kembali turun setelah kembali gagal menembus level psikologis resistance US$2.000 pada Sabtu (6/5). Selanjutnya, ETH berpotensi lanjut melemah menuju level dynamic support MA-100 yang berada di kisaran US$1.750 didukung dari pergerakan ETH saat ini yang bertengger di bawah MA-20 dan MA-50. Indikator stochastic melemah menuju zona oversold. MACD histogram bar dalam momentum bearish.