Empowering Indonesia Report 2025: AI Berdaulat Jadi Fondasi Menuju Indonesia Emas 2045

Trendtech, Jakarta – Bayangkan Indonesia di tahun 2045, tepat di usia satu abad kemerdekaannya. Sebuah negara maju dengan ekonomi yang tangguh dan masyarakat yang sejahtera. Visi Indonesia Emas 2045 itu bukan lagi sekadar impian, tetapi sebuah tujuan yang sedang diperjuangkan dengan langkah strategis. Dan tahukah Anda? Kecerdasan Artifisial (AI) yang dibangun dengan kedaulatan bangsa sendiri menjadi fondasi utama untuk mewujudkannya. Laporan terbaru “Empowering Indonesia Report 2025” yang diluncurkan oleh Indosat Ooredoo Hutchison bersama Twimbit hadir untuk memperkuat jalan menuju cita-cita tersebut.
Laporan bertajuk “Building Bridges of Tomorrow” ini menegaskan bahwa AI Berdaulat bukanlah pilihan, melainkan sebuah keharusan. Dalam laporan tersebut, diuraikan lima pilar kunci yang harus dibangun: infrastruktur digital yang andal, tenaga kerja AI yang mumpuni, industri AI yang tumbuh dinamis, riset yang inovatif, serta payung regulasi dan etika yang kokoh. Jika kelima pilar ini dijalankan, dampaknya sungguh luar biasa.
Baca juga: Indosat Hadirkan Indonesia AI Day, Percepat Transformasi Digital Ritel Indonesia
AI Berdaulat berpotensi menyuntikkan tambahan USD 140 miliar kepada PDB Indonesia pada 2030, mendorong pertumbuhan ekonomi tahunan hingga 6,8%, dan bahkan mempercepat status negara berpenghasilan tinggi. Sektor riil pun akan merasakan guncangan positifnya, dengan peningkatan produktivitas hingga 18% di jasa, 15–20% di manufaktur, dan 5–8% di pertanian.
Lalu, apa sebenarnya makna di balik AI Berdaulat ini? Nezar Patria, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika RI, dalam peluncuran laporan ini memberikan pencerahan. Beliau menekankan, “AI bukan hanya soal teknologi, tetapi tentang kemandirian bangsa.
Kedaulatan AI berarti kita membangun teknologi yang merefleksikan nilai-nilai Pancasila, menjamin etika dan keamanan, serta memastikan manfaatnya dirasakan secara merata oleh seluruh masyarakat.” Ini adalah sebuah visi yang menempatkan manusia dan kearifan lokal di jantung kemajuan teknologi.
Namun, mewujudkan mimpi besar ini tentu membutuhkan pondasi yang kuat. Laporan ini secara jernih memaparkan bahwa Indonesia memerlukan investasi sekitar USD 3,2 miliar hingga 2030 untuk memenuhi kebutuhan komputasi nasional. Fakta bahwa saat ini pusat data AI di Indonesia baru mencakup kurang dari 1% pasar global menjadi alarm bagi kita semua untuk berakselerasi. Pembangunan pusat data berkelanjutan dan jaringan 5G yang lebih luas adalah sebuah keniscayaan.
Tantangan lainnya yang tidak kalah penting adalah menyiapkan bibit-bibit unggul di bidang AI. Laporan ini memproyeksikan Indonesia membutuhkan sekitar 400 ribu talenta AI baru pada 2030, dengan investasi pendidikan dan pelatihan mencapai USD 968 juta. Kabar baiknya, semangat inovasi sudah tampak.
Saat ini, Indonesia telah memiliki 364 startup AI yang telah menggaet pendanaan USD 1,08 miliar. Inisiatif nasional seperti Sahabat-AI V2, sebuah Large Language Model (LLM) dengan 70 miliar parameter yang memahami bahasa Indonesia dan daerah, membuktikan bahwa kita sedang beralih dari sekadar pengguna menjadi pemain aktif dalam kancah AI Berdaulat global.
Baca juga: XLSMART Luncurkan Fitur Kontrol Pulsa, Lindungi Pengguna dari Pemakaian Tak Terduga
Manoj Menon, Founder and CEO Twimbit, turut menyampaikan optimisme yang tinggi. “Indonesia memiliki posisi strategis untuk memimpin di era AI berdaulat. Dengan membangun fondasi digital yang kuat dan menciptakan ekosistem yang inklusif, Indonesia dapat menjadi pusat pertumbuhan AI di Asia,” ujarnya.
Dalam perjalanan panjang ini, Indosat Ooredoo Hutchison menegaskan komitmennya sebagai mitra bangsa. Vikram Sinha, President Director and CEO Indosat Ooredoo Hutchison, menutup dengan pesan yang menggetarkan, “Kedaulatan AI bukan hanya tentang teknologi, tetapi tentang membangun masa depan yang dimiliki dan dikendalikan oleh Indonesia sendiri.”
Pada akhirnya, Laporan Empowering Indonesia 2025 adalah sebuah seruan. Seruan untuk bergerak bersama, lintas sektor dan generasi. Dengan kolaborasi, pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan, dan komitmen pada etika, Indonesia tidak hanya akan menjadi konsumen teknologi. Kita akan menjadi arsitek peradaban digital yang berdaulat, merajut sendiri destinasi menuju Indonesia Emas 2045.

