Trendtech, Jakarta – Pernahkah Anda membayangkan, sebuah situs web sederhana yang sepi pengunjung tiba-tiba mendapat perhatian dari asisten AI canggih? Inilah yang tengah terjadi di dunia digital kita. Sebuah penelitian terbaru mengungkap fenomena mengejutkan: mesin pencari AI justru lebih sering “berselancar” ke situs-situs yang kurang dikenal, meninggalkan sumber populer yang selama ini mendominasi hasil pencarian.
Bayangkan diri Anda sebagai seorang penjelajah. Jika mesin pencari tradisional seperti Google adalah pemandu wisata yang membawa kita ke tempat-tempat terkenal, maka mesin pencari AI ibarat seorang petualang sejati yang mengajak kita menyusuri gang-gang sempit penuh kejutan. Mereka menemukan permata informasi di tempat yang tak terduga.
Baca juga: NAKIVO dan PT Mega Buana Teknologi Perkuat Ketahanan Digital Indonesia dengan Solusi Backup & Replication Terdepan
Kecurigaan ini bukanlah isapan jempol belaka. Para peneliti dari Ruhr University Bochum dan Max Planck Institute memutuskan untuk menguji nyali para asisten digital ini. Dalam makalah berjudul “Characterizing Web Search in the Age of Generative AI”, mereka membandingkan jawaban dari Google AI Overviews, Gemini, dan GPT-4o dengan hasil pencarian Google biasa.
Apa yang mereka temukan? Ternyata, sistem AI sering kali mengambil data dari situs web yang peringkat popularitasnya jauh di bawah pesaingnya. Bahkan, sumber-sumber “tersembunyi” ini seringkali tidak masuk dalam 100 besar hasil pencarian tradisional untuk pertanyaan yang sama. Ini seperti menemukan sebuah buku langka di perpustakaan kecil, bukan di toko buku besar.
Nah, ini yang paling menarik. Meski sumbernya terkesan “acak”, kualitas informasinya tidak serta-merta berkurang. Justru, AI seperti GPT cenderung merangkum informasi dengan cara yang unik. Mereka gemar mengutip konten ensiklopedis dan situs perusahaan, sambil menghindari hiruk-pikuk media sosial.
Namun, seperti manusia, AI juga memiliki kelemahan. Sistem ini terkadang kesulitan menangani topik yang sangat baru atau berubah dengan cepat. Misalnya, saat ditanya tentang berita terbaru, mode hibrida GPT-4o kadang memberikan informasi yang sudah sedikit kedaluwarsa. Mereka butuh waktu sejenak untuk “mencerna” gelombang informasi terbaru.
Pada akhirnya, studi ini bukan untuk menilai mana yang lebih unggul. Ini adalah cerita tentang perbedaan filosofi. Mesin pencari AI tidak lagi sekadar mengurutkan popularitas, melainkan membangun sebuah web baru yang mengutamakan sintesis informasi. Mereka sedang menulis ulang aturan tentang apa itu “otoritas” di dunia online.
Baca juga: CSIRTradar Meluncur, Perisai Baru Indonesia Hadapi Ancaman Kebocoran Data di Dark Web
Bagi kita, para penikmat teknologi dan kreator konten, ini adalah angin segar. Peluang untuk didengar kini lebih terbuka. Sebuah artikel mendalam dari blog personal memiliki kesempatan yang sama untuk dikutip AI seperti halnya situs berita besar. Masa depan pencarian ternyata lebih demokratis dan pen warna daripada yang kita kira.
Sambil kita membahas kebiasaan mesin pencari AI, dunia kecerdasan buatan terus melesat. Google baru saja memperkenalkan “Vibe Coding” di AI Studio, yang memungkinkan pengembang membuat aplikasi AI lengkap hanya dengan satu perintah sederhana. Sementara itu, ByteDance tidak ketinggalan dengan meluncurkan Seed3D 1.0, sebuah alat ajaib yang bisa mengubah foto 2D biasa menjadi model 3D yang realistis dalam sekejap. Perkembangan yang sungguh memukau, bukan?