Catatan Akhir Tahun 2025 IFSoc: Menjaga Keberlanjutan Ekosistem Fintech Indonesia di Tengah Tantangan Fraud, AI, dan Integrasi Regional

Fintech|December 22, 2025|
Catatan Akhir Tahun 2025 IFSoc: Menjaga Keberlanjutan Ekosistem Fintech Indonesia di Tengah Tantangan Fraud, AI, dan Integrasi Regional

Trendtech, Jakarta – Memasuki penghujung tahun 2025, Indonesia Fintech Society (IFSoc) menegaskan pentingnya menjaga keberlanjutan ekosistem fintech nasional di tengah derasnya inovasi, meningkatnya risiko fraud, pemanfaatan kecerdasan buatan (AI), hingga tantangan integrasi regional. Penegasan ini disampaikan dalam agenda Catatan Akhir Tahun 2025 yang digelar di Jakarta, Jumat (19/12/2025).

Dalam forum tersebut, IFSoc menilai bahwa industri fintech Indonesia telah memasuki fase kedewasaan baru. Pertumbuhan yang pesat tak lagi cukup hanya ditopang oleh inovasi teknologi, tetapi harus diperkuat dengan tata kelola yang sehat, perlindungan konsumen yang konsisten, serta kepercayaan publik yang berkelanjutan.

Fondasi Kepercayaan Jadi Kunci Pertumbuhan Fintech

Ketua IFSoc Rudiantara menegaskan bahwa skala industri fintech Indonesia kini sudah terintegrasi erat dengan sistem keuangan nasional. Kondisi ini menuntut pendekatan yang lebih matang dalam pengelolaan industri.

Baca juga: Strategi Baru Hadapi Penipuan Digital, Jalin dan AFTECH Luncurkan Fraud Detection Consortium

“Pertumbuhan fintech yang cepat harus dibarengi dengan kualitas tata kelola yang kuat. Fokus kita hari ini tidak bisa hanya soal ekspansi dan inovasi, tetapi juga bagaimana melindungi konsumen dan menjaga kepercayaan publik. Tanpa fondasi itu, pertumbuhan justru berpotensi melahirkan risiko baru,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika RI periode 2014–2019 tersebut dengan nada reflektif.

Peran Pindar dan Isu Dugaan Kartel Suku Bunga

Anggota Steering Committee IFSoc Hendri Saparini menyoroti peran strategis pinjaman daring (pindar) yang kian krusial bagi UMKM serta masyarakat unbanked dan underbanked.

Menurut Hendri, data hingga September 2025 menunjukkan tren menarik: outstanding Kredit Usaha Rakyat (KUR) menurun, sementara penyaluran pindar justru meningkat. Fakta ini menegaskan bahwa pindar hadir sebagai solusi nyata atas celah pembiayaan yang belum sepenuhnya dijangkau perbankan.

“Karena itu, kebijakan terhadap pindar harus dirancang secara seimbang. Perlindungan konsumen tetap penting, tetapi keberlanjutan industri juga tidak boleh dimatikan, karena masyarakat masih sangat membutuhkan akses pembiayaan ini,” jelasnya.

Terkait dugaan kartel suku bunga yang disorot KPPU, Hendri menegaskan bahwa penetapan batas atas bunga merupakan arahan regulator sebagai bagian dari perlindungan konsumen. Ia menambahkan, tren bunga pindar justru terus menurun dan memberikan manfaat bagi peminjam.

Pemberantasan Fraud Lewat IASC Perlu Dipercepat

Isu fraud dan penipuan digital juga menjadi perhatian serius IFSoc. Anggota Steering Committee Tirta Segara menyebut bahwa inisiatif seperti Indonesia Anti Scam Center (IASC) dan Satgas PASTI sudah berada di jalur yang tepat.

“Langkah ini terbukti mampu mempersempit ruang gerak pelaku penipuan digital dan memberikan perlindungan yang lebih nyata bagi masyarakat,” ungkap Dewan Komisioner OJK periode 2017–2022 tersebut.

Namun, Tirta mengingatkan bahwa tantangan selanjutnya adalah kecepatan respons. Menurutnya, proses pasca-pemblokiran rekening perlu disederhanakan agar pemulihan dana korban tidak memakan waktu terlalu lama dan menambah beban psikologis masyarakat.

QRIS Crossborder Perkuat Daya Saing Nasional

Dari sisi sistem pembayaran, Anggota Steering Committee IFSoc Dyah N.K. Makhijani menilai perluasan QRIS Crossborder sebagai langkah strategis yang patut diapresiasi.

“QRIS Crossborder membuktikan bahwa Indonesia mampu membangun sistem pembayaran yang inklusif, efisien, dan kompetitif di tingkat regional. Dampaknya terasa langsung bagi UMKM dan sektor pariwisata,” jelas Dyah.

Ia menegaskan bahwa interoperabilitas QR lintas negara juga mencerminkan keterbukaan Indonesia terhadap kerja sama internasional, selama tetap mengedepankan kepentingan nasional.

AI Fintech Indonesia Masih di Tahap Awal

Sementara itu, Anggota Steering Committee IFSoc Karaniya Dharmasaputra menyoroti posisi Indonesia dalam adopsi AI. Meski berada di peringkat kedua di Asia Pasifik, pemanfaatan AI di sektor fintech dinilai masih terbatas.

“Sebagian besar penggunaan AI masih berada di back office. Padahal, potensi terbesar justru ada di produk yang langsung bersentuhan dengan pengguna,” jelas Karaniya.

Ia menyebut perkembangan AI di Indonesia masih berada di tahap awal, sehingga diperlukan dorongan pemerintah yang lebih kuat, mulai dari regulasi, investasi, infrastruktur, hingga perlindungan konsumen dan kedaulatan data.

Baca juga: Easycash Ajak Anak Muda Lebih Bijak Atur Keuangan di Era Digital dengan Modul MOJANG

Tata Kelola Jadi Penentu Kepercayaan Investor

Menutup rangkaian Catatan Akhir Tahun 2025, Anggota Steering Committee IFSoc Eddi Danusaputro menekankan pentingnya penguatan tata kelola perusahaan teknologi.

“Penurunan pendanaan startup menjadi sinyal bahwa investor kini semakin selektif. Tata kelola dan transparansi bukan lagi isu internal perusahaan, melainkan faktor penentu kepercayaan ekosistem,” tegasnya.

Eddi menambahkan bahwa perbaikan governansi harus dilakukan secara kolektif, melibatkan perusahaan, regulator, hingga profesi penunjang, agar ekosistem fintech Indonesia dapat tumbuh sehat dan berkelanjutan.

By Published On: December 22, 2025Categories: FintechTags: ,