Trendtech, Jakarta – BSA | The Software Alliance, lembaga advokasi industri perangkat lunak global, tengah menyiapkan kampanye Legalize and Protect dengan inisiatif ASEAN Safeguard, yang menawarkan konsultasi gratis kepada 40.000 perusahaan di seluruh Vietnam, Indonesia, Thailand, dan Filipina.
Perusahaan-perusahaan yang dijangkau oleh BSA telah teridentifikasi berisiko tinggi dan rentan terhadap serangan siber, dan ASEAN Safeguard didesain untuk membantu mereka dalam proses menuju legalisasi perangkat lunak secara penuh.
Data dari anggota BSA seperti IBM dan McAfee menunjukkan bahwa ancaman keamanan siber diperparah dengan luasnya penggunaan perangkat lunak tidak berlisensi di Asia Tenggara, yang sering mengandung malware atau memiliki keamanan yang rentan dan membuat perangkat mudah untuk diserang. Saat ini, 83% perusahaan besar di Indonesia diperkirakan menggunakan perangkat lunak yang tidak berlisensi.
Baca juga: Huawei Luncurkan Solusi Cloud untuk Pembayaran Digital
Sejak pandemi Covid-19 secara dramatis mengubah cara kerja kita, BSA telah menjadikan keamanan siber sebagai fokus utama di kawasan ASEAN,” kata Tarun Sawney, Senior Director BSA.
“Dengan meningkatnya pola kerja jarak jauh melalui platform online dan normalisasi kebijakan kerja-dari-rumah, perusahaan dihadapkan pada risiko penipuan siber yang lebih tinggi daripada sebelumnya, dan serangan online ini menjadi lebih kompleks dan merugikan. Kampanye BSA Legalize and Protect berupaya untuk mengedukasi penggunaan perangkat lunak berlisensi bagi perusahaan-perusahaan, memandu mereka selama proses melegalkan perangkat lunak, dan membantu mereka mencegah kerusakan keamanan siber,” ucapnya.
BSA meluncurkan halaman berisi kartu fakta secara acak yang menjelaskan bahaya menggunakan perangkat lunak tidak berlisensi. Pengunjung halaman dapat memilih untuk mempelajari lebih lanjut, mengakses kartu fakta lain, atau membuat janji dengan konsultan. [tautan] Halaman ini tersedia dalam bahasa Inggris, Thailand, Vietnam, dan Bahasa Indonesia, dan konsultasi akan dilakukan dengan perwakilan BSA setempat menggunakan bahasa local masing-masing.
Konsultasi akan dimulai dengan pengenalan program, setelah itu perwakilan organisasi akan diminta untuk mengisi survei inventaris perangkat lunak yang bersifat rahasia yang merinci perangkat lunak dan lisensi yang saat ini terpasang di perangkat perusahaan mereka. Setelah survei, BSA akan memeriksa validitas kunci lisensi yang disediakan untuk menentukan “celah lisensi” perusahaan dan menghubungkannya dengan pemasok resmi tempat mereka dapat membeli lisensi yang sesuai.
Pada bulan Juli tahun ini, BSA merilis ebook informatif yang dirancang untuk mengedukasi perusahaan di kawasan ASEAN tentang bagaimana krisis yang sedang berlangsung telah menyebabkan mereka menjadi lebih rentan terhadap ancaman daring dan menawarkan saran serta cara terbaik untuk memerangi ancaman tersebut. Selain tambahan rekomendasi untuk praktik terbaik dan pelatihan karyawan, ebook tersebut menjelaskan penggunaan perangkat lunak berlisensi penuh sebagai “langkah penting dalam melindungi dari serangan malware”.
Baca juga: Dampak COVID-19 Serangan DDoS Jadi Meningkat Tiga Kali Lipat di Q2 2020
Perwakilan pemerintah di setiap negara yang dijangkau telah memberikan dukungan mereka pada eBook dan upaya kampanye Legalize & Protect yang lebih luas untuk membantu pemulihan ekonomi sambil mendorong bisnis untuk mematuhi undang-undang kekayaan intelektual. Dukungan ini berlanjut untuk ASEAN Safeguard.
“Penjahat siber memanfaatkan ketidakpahaman tiap masyarakat,” kata Henri Subiakto, Staf Ahli Menteri KOMINFO.
“Penjahat siber ini menargetkan peretasan demi mendapatkan data pribadi, yang berkaitan dengan reputasi. Masyarakat kurang edukasi mengenai risiko dan pentingnya menjaga data pribadi, salah satunya dengan menggunakan perangkat lunak legal agar tidak terhindar dari malware dan tidak memberikan data pribadi hanya karena tergiur adanya tawaran marketing,” ungkapnya.