Trendtech, Jakarta – Game telah menjadi salah satu industri teknologi terpopuler di Indonesia dengan total nilai penjualan sekitar satu miliar dolar pada tahun 2021. Merujuk pada tren ini, Indonesia Cyber Education Institute (ICE Institute) menghadirkan Program Mikrokredensial Game Developer (PMGD) – sebuah program pelatihan pengembangan game yang dapat diajukan sebagai perolehan kredit melalui studi independen atau pertukaran mahasiswa Merdeka Belajar Kampus Merdeka, dengan beban studi sebanyak 20 sks.
Bersama Microsoft dan PCMan sebagai mitra, ICE Institute menghadirkan platform digital berbasis Azure Lab Services yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan game di pasar, dan berperan serta dalam meningkatkan potensi besar industri game dalam negeri.
Baca juga: Garuda Eleven Metaleague, Game Sepak Bola Karya Anak Bangsa Siap Diluncurkan
“Tujuan PMGD adalah membuat program pelatihan pengembangan game menggunakan modul dan platform pembelajaran bersifat lokal. Tidak hanya itu, kami juga ingin memastikan bahwa game yang dihasilkan dalam proyek capstone siswa dapat dikomersialkan, agar membawa dampak positif langsung bagi siswa dan meningkatkan semangat mereka dalam belajar,” jelas Prof. Paulina Pannen, Kepala ICE Institute.
“Untuk mencapai tujuan tersebut, kami membutuhkan platform yang tidak hanya mendukung penyelenggaraan kelas online, tetapi juga dapat diakses secara mandiri oleh siswa yang tidak memiliki perangkat berperforma tinggi. Itulah sebabnya, kami menggandeng Microsoft yang produk-produknya sangat familiar bagi kami dan reputasinya telah dikenal baik, serta PCMan yang sukses membantu proses deployment platform kami di tahun 2021 secara luar biasa,” tambah Prof. Paulina.
Menggunakan solusi Azure Virtual Lab sebagai teknologi utama di balik platform PMGD ini, ICE Institute telah memberdayakan 672 mahasiswa dari 166 universitas berbeda di Indonesia pada semester pertama program ini dibuka; jauh lebih banyak dari yang diperkirakan. Pada akhir program, ICE Institute bersama industri game berpengalaman juga menginkubasi tiga game dari tiga kategori berbeda untuk mendorong nilai komersial bagi karya para lulusan.
Dari kategori entertainment, game terpilih adalah ‘Deadliner’ besutan tim ‘Very Good Enof’. Beranggotakan 10 mahasiswa dari 7 universitas dan program studi berbeda, game side-scrolling platformer yang menyajikan gameplay mengingat dan mengulang ini mengajak pemainnya membantu karakter utama game, yaitu seorang mahasiswa semester akhir bernama Dudung, dalam menyelesaikan tugas skripsi penuh tantangan.
Selanjutnya, ada game ‘Petualangan Mandalika’ dari kategori educational, yang merupakan karya tim ‘Capstone Project Kelompok 49’. Dalam game ini, 6 mahasiswa dari 6 universitas berbeda mengajak pemainnya untuk menjelajahi tempat-tempat wisata di Pulau Lombok bersama para karakter game. Dalam perjalanan tersebut, karakter game akan menemui tindakan pencemaran lingkungan yang merusak ekosistem alam, sehingga perlu mengambil tindakan solutif dan memberikan edukasi tentang menjaga lingkungan.
Terakhir adalah ‘Erborista’ dari kategori serious – sebuah kategori game yang tidak hanya bertujuan untuk hiburan, namun juga memberikan pengetahuan dan meningkatkan keterampilan pemainnya saat bermain. Terdiri dari 8 mahasiswa dari 6 universitas yang bergabung dalam tim ‘Capstone Project Kelompok 15’, game simulasi 2D ini dilengkapi dengan cerita, gameplay, dan minigame yang ringan. Pemainnya akan belajar mendiagnosis pasien bersama tokoh utama game, menanam dan menyiapkan bahan obat herbal, hingga meracik obat herbal itu sendiri, untuk menyembuhkan para penduduk desa yang menjadi latar belakang lokasi dalam game.
“Melalui Azure Lab Services, kami berhasil mengubah peserta tanpa latar belakang teknologi menjadi pengembang game. Kami percaya, ketika kita mampu membimbing talenta-talenta kita dengan benar dan menyediakan mereka platform yang tepat, mereka akan dapat mengakses pasar digital global,” lanjut Prof. Paulina.
Baca juga: Tim E-sports Scarz dari Jepang Juara ROG Masters Asia Pacific 2022
Dari sisi teknis, penggunaan solusi Azure Virtual Lab yang ditenagai oleh kemampuan Graphics Processing Unit (GPU) dan alat kolaborasi memungkinkan mahasiswa dari seluruh daerah di Indonesia untuk bekerja sama. Peserta yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia dapat menggunakan komputer dengan spesifikasi dasar untuk mengikuti program berdurasi enam bulan ini.
Tidak hanya itu, penggunaan Azure Virtual Lab juga mampu memberikan kemudahan dalam hal skalabilitas. Terlepas dari awalnya ICE Institute belum dapat memperkirakan berapa banyak mahasiswa yang akan berpartisipasi dalam program ini, kapasitas virtual lab dapat diubah secara mudah sesuai kebutuhan.
“Melalui kolaborasi kami dengan ICE Institute, kami berharap dapat mempercepat pertumbuhan industri game di Indonesia seraya melahirkan talenta-talenta digital baru,” ujar Fiki Setiyono, Azure GTM Lead Microsoft Indonesia.