Trendtech, Jakarta – Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), sedang mempersiapkan lelang frekuensi 1.4 GHz yang rencananya digelar pada tahun 2025. Langkah ini diharapkan dapat memperluas akses internet tetap (fixed broadband) dengan harga lebih terjangkau, terutama untuk sektor rumah tangga, pendidikan, dan kesehatan. Namun, di balik peluang besar ini, terdapat sejumlah tantangan yang perlu diatasi.
Peluang Akses Internet Murah dan Berkualitas
Koordinator Kebijakan Penyelenggaraan Infrastruktur Digital Komdigi, Benny Elian, menegaskan bahwa spektrum 1,4 GHz akan dimanfaatkan untuk menyediakan layanan internet berkualitas dengan harga terjangkau.
“Kami berkomitmen menghadirkan internet yang lebih murah bagi masyarakat, dengan tarif berkisar Rp 100.000 hingga Rp 150.000 per bulan untuk kecepatan hingga 100 Mbps,” ujar Benny.
Komdigi menargetkan lelang frekuensi 1.4 GHz selesai pada semester pertama 2025, sebelum lelang spektrum 700 MHz dilaksanakan. Saat ini, sudah ada tujuh perusahaan yang menunjukkan minat terhadap frekuensi tersebut. Namun, Benny menyebutkan bahwa jumlah peserta bisa bertambah saat proses lelang resmi dibuka.
Tantangan Regulasi dan Persaingan Pasar
Meski menjanjikan, lelang frekuensi 1.4 GHz juga menghadapi sejumlah tantangan. Penetrasi fixed broadband di Indonesia masih tergolong rendah, hanya mencapai 21,31% dari total rumah tangga. Kecepatan unduh rata-rata pun masih berada di angka 32,07 Mbps, jauh tertinggal dibandingkan negara-negara lain.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Mitra Bangsa, Kamilov Sagala, menekankan pentingnya transparansi dalam proses lelang untuk mencegah praktik monopoli.
“Frekuensi adalah sumber daya terbatas yang harus dikelola dengan adil. Jika tidak, hanya segelintir perusahaan yang akan mendapatkan manfaat,” tegas Kamilov.
Ia juga mengingatkan bahwa dengan tujuh pihak yang sudah berminat, persaingan bisa menjadi ketat. Jika mekanisme lelang hanya berbasis harga, nilai spektrum berpotensi melonjak tinggi.
Pembangunan Infrastruktur dan Regulasi yang Adaptif
Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Sigit Puspito Wigati Jarot, menyoroti pentingnya pembangunan infrastruktur digital yang berkualitas serta pengembangan talenta digital, terutama di kalangan generasi muda.
“Saat ini, Indonesia tertinggal dalam pengembangan 5G, dengan kecepatan rata-rata baru mencapai 30 Mbps, jauh di bawah negara-negara ASEAN,” ungkapnya.
Sigit menekankan bahwa regulasi yang adaptif dan kolaboratif sangat dibutuhkan untuk memastikan transformasi digital berjalan berkelanjutan dan kompetitif.
Model Kompetisi dan Implikasi bagi Industri
Dalam dunia telekomunikasi, terdapat beberapa model kompetisi yang bisa diterapkan dalam pengelolaan frekuensi 1,4 GHz. Sigit menjelaskan bahwa opsi yang tersedia meliputi Infrastructure-Based Competition, Wholesale Access Model, hingga Public-Private Partnership.
“Setiap model memiliki kelebihan dan tantangan masing-masing. Untuk Indonesia, pendekatan hibrida yang melibatkan pemerintah daerah bisa menjadi solusi yang tepat,” ujarnya.
Selain itu, tarif layanan setelah lelang juga harus menjadi perhatian. Sigit menyarankan agar harga layanan seluler dan FWA (Fixed Wireless Access) dibedakan.
“Kompetisi harga seluler bersifat nasional, sedangkan harga FWA bisa lebih variatif, bahkan hingga tingkat lokasi rumah. Oleh karena itu, sebaiknya ada perbedaan harga FWA antara wilayah perkotaan dan pedesaan agar lebih adil,” pungkasnya.
Baca juga: Xooply by Metranet: Percepat Transformasi Digital Indonesia dengan Solusi SPBE Terintegrasi
Lelang frekuensi 1.4 GHz membawa harapan besar bagi peningkatan akses dan kualitas internet di Indonesia. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada kebijakan yang diambil oleh Komdigi. Proses lelang yang transparan dan adil akan menjadi kunci untuk memastikan bahwa spektrum ini benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat luas.
Dengan berbagai peluang dan tantangan yang ada, lelang frekuensi 1,4 GHz bisa menjadi momentum penting bagi transformasi digital Indonesia. Mari kita nantikan bersama bagaimana langkah ini akan membawa perubahan positif bagi negeri ini.