Trendtech, Jakarta – Dunia terus bergerak menuju masyarakat tanpa uang tunai (cashless society), yang mendorong sistem keuangan global untuk menyesuaikan dengan perubahan yang cepat ini. Salah satu dari perubahan tersebut adalah dengan berkembangnya mata uang kripto yang digadang-gadang akan menggantikan mata uang fiat. Bahkan belum lama ini, Visa, provider jasa pembayaran digital terbesar di dunia, menyatakan rencana jangka panjangnya untuk menggunakan mata uang kripto sebagai alat pembayaran. Salah satunya adalah mata uang kripto yang berkaitan dengan USD dapat digunakan untuk menyelesaikan transaksi di jaringannya.
Perkembangan mata uang kripto begitu cepat dalam tiga tahun belakangan ini secara global. Bahkan secara keseluruhan kapitalisasi mata uang kripto global saat ini menyentuh USD1,56 triliun. Banyaknya koin yang bermunculan dengan fungsi dan kapasitasnya masing-masing, menjadikan banyak negara mengklasifikasikan mata uang kripto bukan sebagai alat pembayaran namun aset investasi, sehingga kemudian disebut sebagai aset kripto. Kemudian banyak pertanyaan yang muncul mengenai nilai bawaan atau yang terkandung dalam aset kripto, terutama dibandingkan dengan uang fiat.
Baca juga: Bursa Komoditi ICDX Meluncurkan 9 Produk Valuta Asing Baru
“Perbedaan yang paling menonjol di antara keduanya adalah penerbitan dan operasional desentralisasi dengan teknologi Blockchain pada aset kripto, sementara uang fiat bersifat sentralisasi atau terpusat. Untuk dapat memahami hal tersebut, maka diperlukan pemahaman dasar mengenai aset kripto dan uang fiat,” kata Research & Development Manager ICDX, Jericho Biere.
Uang fiat adalah mata uang yang secara resmi dikeluarkan oleh bank sentral seperti uang fisik kertas dan koin. Sementara, aset kripto, atau yang juga dikenal sebagai mata uang digital, mata uang virtual, tidak diatur oleh bank sentral atau pemerintah. Meskipun demikian, baik aset kripto maupun uang fiat, keduanya memiliki kesamaan dalam peran dan penggunaan. Kesamaan yang dimiliki oleh keduanya adalah sama-sama dapat digunakan sebagai alat tukar untuk suatu transaksi. Keduanya juga memiliki peran sebagai penyimpan nilai, alat tukar, dan satuan hitung.
Nilai mata uang fiat dapat mengalami kenaikan ataupun penurunan jika terjadi inflasi atau deflasi. Berbeda dengan aset kripto yang pada umumnya tidak terpengaruh oleh inflasi atau deflasi suatu negara, kecuali aset kripto tersebut bersifat stablecoin yang dikaitkan dengan suatu mata uang negara, sehingga dapat terdampak atas indikator ekonomi dari negara bersangkutan, termasuk angka inflasi atau deflasi.
Dari sisi penawaran, bank sentral dapat menentukan mata uang fiat yang beredar tergantung pada kebutuhan pasar, serta melakukan skenario ekonomi untuk mengatur peredaran mata uang tersebut. Pencetakan mata uang fiat yang terlalu berlebihan oleh bank sentral akan membuat nilai mata uang tersebut terus-menerus turun, sehingga dapat membuat harga barang dan jasa melambung tinggi yang tidak selaras dengan permintaannya, khususnya saat situasi pandemi seperti sekarang.
“Berbeda dengan aset kripto, penerbit koin dapat menyatakan jumlah aset kripto terbatas atau aset kripto tidak terbatas. Selain itu, kelebihan aset kripto adalah adanya mekanisme coin burning untuk menjaga harga dan jumlah aset kripto apabila diperlukan,” tambah Jericho.
Baca juga: Industri Remitansi Butuh Sentuhan Teknologi, Instamoney Hadir Tawarkan Solusi
Nilai yang terkandung dalam aset kripto bersifat pribadi dan beroperasi secara independen. Mereka berfungsi dan berjalan pada platform terdesentralisasi. Transaksi aset kripto di blockchain bersifat immutable, atau tidak dapat diubah, yang menjadikannya lebih aman dibandingkan dengan uang fiat.
“Baik mata uang fiat maupun aset kripto dapat menjadi media transaksi keuangan. Oleh karena itu, aset kripto bukan untuk menggantikan uang fiat yang sudah ada saat ini, melainkan untuk melengkapinya. Dengan teknologi yang terus berkembang, aset kripto dapat menjadi masa depan sistem keuangan dan dapat diadopsi secara luas,” tutup Jericho.