Trendtech, Jakarta – Berdasarkan riset CEIC, Indonesia menjadi negara kedua terbesar di kawasan Asia Tenggara dengan perputaran uang kartal dan giral dengan nilai US$1,5 triliun pada tahun 2020. Di posisi puncak ada Singapura yang memiliki perputaran uang sebesar US$2,3 triliun pada periode yang sama. Perputaran uang itu dilakukan dengan berbagai bentuk transaksi antara lain bank tradisional, uang tunai, pemerintah, perusahaan fintech, e-money, serta digital bank.
Menurut Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), maraknya fintech saat ini akan mengakibatkan massifnya transaksi non tunai. Ketika transaksi non-tunai semakin umum bagi kalangan masyarakat, maka akan muncul bisnis-bisnis baru di industri ini.
Baca juga: Ethereum Naik dan Pecah Rekor, Bitcoin Dekati 1 Milyar!
“Jadi semakin cashless akan terjadi efisiensi dan terus muncul bisnis-bisnis digital. Ini akan menciptkaan tenaga kerja yang lebih besar lagi dan tentunya mendorong ekonomi Indonesia,” kata Bhima saat diskusi virtual bertajuk ‘Peran Fintech Dorong Ekonomi Digital Indonesia’ yang digelar Forum Wartawan Teknologi (FORWAT), Rabu (10/11/2021).
Salah satu pemain di industri fintech adalah OY! Indonesia. Perusahaan yang terbentuk sejak tahun 2017 ini menyebut layanannya sebagai money movement yang memfasilitasi semua proses keuangan, mulai dari kebutuhan sehari-hari individu hingga kebutuhan bisnis di antara beberapa institusi, mulai dari berbagai bank komersial, bank digital, P2P Lending, e-money, dan perusahaan fintech lainnya. Menariknya, OY! Indonesia merupakan startup fintech yang memadukan antara sistem online dengan offline.
“Indonesia itu unik sebagai salah satu negara dengan perputaran uang yang sangat besar. Perputaran uangnya itu lewat beragam media. Ada yang digital dan ada pula yang cash. Kami melayani transaksi keduanya. Boleh dibilang, kami adalah aggregator dari sumber keuangan,” kata Chief Executive Officer (CEO) OY! Indonesia, Jesayas Ferdinandus.
Jesayas melanjutkan, ada alasan mengapa pihaknya membantu menghadirkan layanan untuk transaksi tunai. Berdasarkan data yang dimiliki, sebanyak 85 persen transaksi di Indonesia masih menggunakan cash. Meski banyak UMKM yang mencoba menjual barang secara online, faktanya masih banyak di antara mereka yang melakukan transaksi menggunakan cash.
“UMKM itu walaupun mencoba jualan online, transaksi mereka masih banyak yang cash. Kami ingin support mereka. Oleh sebab itu, kami tidak hanya memberikan layanan untuk sistem online saja,” jelas dia.
Sudah banyak perusahaan teknologi yang telah memanfaatkan teknologi pengelolaan money movement di OY! Indonesia, salah satunya KoinWorks. KoinWorks merupakan platform peer to peer (P2P) lending yang banyak menjaring segmen pelaku usaha. Jonathan Bryan, Chief Marketing Officer KoinWorks menyebut keberadaan OY! Indonesia sangat membantu dalam pengelolaan keuangan.
“Mungkin bisa dibayangkan, kita punya 1 juta customer. Kita harus transfer yang nominalnya tidak hanya Rp10 juta saja, bisa lebih dari itu. Atau untuk pengembalian kepada costumer. Bayangin kalau transaksi itu harus dilakukan tim finance kita. Itu imposible. Dengan teknologi yang dipunya OY! Indonesia kita tak perlu approval dari atasan,” jelasnya.
Bhima menganggap keberadaan platform OY! Indonesia mampu memberikan efisiensi di industri fintech di tengah ramainya pelaku teknologi finansial. Dengan demikian, diperlukan kolaborasi antara perusahaan fintech. Jika tidak, akan sulit untuk bertahan di industri yang massif ini.
Baca juga: Ajak Masyarakat Memahami Keamanan Digital, Jenius Luncurkan Program ‘Jenius Aman’
Bila dilihat dari produk dan layanan yang ditawarkan OY! Indonesia, mereka mampu membantu mengelola transaksi yang terjadi dalam sebuah bisnis mulai dari hulu sampai dengan hilir. Mulai dari payroll, pengiriman uang, pembayaran invoice, uang masuk, cash management (digital money movement). Bahkan OY! Indonesia memiliki cash in transit di 10 kota di Republik ini serta penyediaan mesin ATM (offline money movement).
Pengelolaan transaksi bisnis baik offline maupun online secara tidak langsung akan membuat perusahaan lebih fokus kepada pengembangan bisnis tanpa harus memikirkan proses transaksi yang rumit.