Trendtech, Jakarta – Tahun demi tahun, industri terus bergerak maju, bahkan bisa dibilang makin kencang melaju. Pada akhir abad ke-19, Revolusi Industri 2.0 dimulai, dengan penerapan tenaga listrik di dalam kegiatan produksi menjadi salah satu faktor pendorong terbesar. Kemudian giliran Revolusi Industri 3.0 mulai berlangsung pada abad ke-20, yang ditandai dengan komputerisasi dan digitalisasi di dalam industri.
Indonesia memang perlu fokus dalam pengembangan teknologi tersebut karena potensinya yang besar, salah satunya dari segi bisnis. Asosiasi Penyelenggara Jasa Telekomunikasi Indonesia (ATSI) memperkirakan nilai bisnis 5G di Tanah Air mampu mencapai 27 triliun rupiah per tahun. Prediksi tersebut pun diperkuat dengan riset dari AT Kearney pada 2019 lalu yang menyebut monetisasi 5G oleh operator di dalam negeri dapat mencapai 1,83 juta Dollar AS pada 2025.
Baca juga: Telkomsel Ajak Mitra Channel Percepat Proses Migrasi 3G ke 4G
Kini kita sudah ada di Revolusi Industri 4.0. Otomatisasi melalui integrasi teknologi terkini memungkinkan industri berada di level yang lebih tinggi lagi saat ini. Lantas, bagaimana inovasi-inovasi terbaru mampu mentransformasi industri sedemikian rupa?
Teknologi koneksi 5G dinilai dapat membantu implementasi Revolusi Industri 4.0 di Indonesia dalam beberapa waktu ke depan.
5G merupakan salah satu enabler (elemen pembantu) untuk revolusi industri 4.0 maju, karena kalau kita melihat semakin besar bandwidth komunikasi semakin memungkinkan aplikasi yang lebih luas lagi.
Menurut Dharma Simorangkir, Senior Vice President Enterprise Account Management Telkomsel, jaringan 5G memiliki karakteristik yang berbeda dengan 4G, itulah kenapa teknologi 5G sangat relevan dengan industri 4.0.
Lebih lanjut Dharma menerangkan apa saja karakteristik dari jaringan 5G: Pertama, kecepatan jaringan 5G bisa mencapai 20 kali lipat dibanding 4G, sehingga peruntukannya bisa digunakan untuk industri kesehatan, seperti mentransfer data gambar yang besar saat CT Scan.
Kedua adalah latency. Untuk 4G, tingkat latency yang dihasilkan berkisar antara 30 hingga 50 ms. Sementara untuk 5G sudah bisa menyentuh angka 1 ms. Contohnya di industri otomotif, yakni kendaraan otonom yang memerlukan reaksi cepat dan mampu merespon dengan cepat dari satu instruksi, misalkan ketika diharuskan mengerem secara mendadak.
Lalu ketiga datang dari segi koneksi. Untuk 5G, sinyal radio 5G menargetkan setiap perangkat yang terkoneksi dengan presisi hingga 1 juta sensor dan perangkat per kilometer persegi, sedangkan sinyal radio 4G memancarkan sinyal hanya dalam radius area di sekitarnya.
Untuk yang keempat dan yang terakhir adalah dari segi efisiensi jaringan. Internet 5G mampu menghubungkan berbagai jenis perangkat dengan tipe konektivitas sesuai kebutuhan, seperti konektivitas low energy untuk smartwatch. Sementara untuk 4G lebih mengusung konsep one-size-fits-all sehingga setiap perangkat mendapatkan layanan yang sama.
Baca juga: Telkomsel IoT Sphere, Sistem Security IoT Untuk Korporasi
Besarnya potensi kontribusi 5G terhadap transformasi industri di Tanah Air pun nantinya dapat dimanfaatkan dengan maksimal oleh para startup, pelaku bisnis, dan penggiat ekosistem digital untuk terus berinovasi dan menjadi roda penggerak kemajuan Revolusi Industri 4.0 di Indonesia. Pasalnya, sebagaimana disebutkan di atas, 5G tidak bisa berjalan sendirian untuk menciptakan perubahan. Dibutuhkan talenta-talenta berkualitas yang mampu memadukan 5G dengan teknologi lainnya untuk menciptakan solusi praktis.
“Inilah yang Telkomsel coba bangun melalui deployment kita di 5G. Jadi kita tidak hanya membangun jaringan tapi juga membangun ekosistem, karena gak ada satu perusahaan pun yang sukses kalau hanya sendirian,” pungkas Dharma.