Trendtech, Jakarta – Pada tahun 2021 lalu, tiga operator di Tanah Air telah resmi melaunching teknologi 5G secara komersial di Indonesia. Ketiga operator tersebut adalah Telkomsel, Indosat Ooredoo, dan XL Axiata.
Diungkapkan Pemimpin Redaksi Telset.id, Hardianto Bayu Sadewo, teknologi 5G ke depannya akan menjadi game changer atau pengubah permainan yang memiliki dampak yang luas pada konektivitas di Indonesia. Bahkan, jaringan 5G diklaim menjadi tulang punggung transformasi digital dan pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Meski begitu, seperti halnya teknologi baru, ada tantangan dan ekspektasi yang datang bersamaan dengan 5G.
“Seperti yang kita tahu, bahwa meskipun klaim 5G telah dilaunching secara komersial, namun layanan 5G tersebut masih digelar dengan sangat terbatas. Hanya di beberapa kota, itupun masih di titik-titik lokasi tertentu. Kalau boleh, mungkin bisa dikatakan launching kemarin itu hanya sebatas seremoni saja, karena jaringan 5G belum bisa dinikmati secara luas oleh para pengguna,” ungkap Bayu.
Baca juga: Telkomsel Hadirkan 5G Experience Center di Peluncuran Pusat Industri Digital Indonesia 4.0
Tidak dimungkiri, lanjut Bayu, penerapan jaringan 5G sendiri memang bukan hal yang mudah. Butuh belanja modal yang besar, khususnya untuk penyediaan small-cell densification 5G serta ekosistem digital yang canggih. Untuk itu pemerintah pun membuat roadmap 5G Indonesia. “Adanya roadmap 5G ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi industri untuk bisa menentukan strategi dalam menyambut layanan berteknologi terkini tersebut,” ujarnya.
Sementara itu, dalam paparannya, Indra Utama, Koordinator Standar Telekomunikasi Radio Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia mengatakan, bahwa di tahun 2022 ini pemerintah akan menyiapkan aturan tambahan soal pengelolaan jaringan 5G yang memuat lima aspek, yakni regulasi spektrum frekuensi radio, model bisnis, infrastruktur, ekosistem perangkat, dan talenta digital.
Dia juga mengatakan kolaborasi menjadi sangat penting dalam implementasi 5G, yang meliputi Pemerintah Pusat dan Daerah, Masyarakat, Media, Akademisi, dan Dunia Usaha diperlukan untuk pengembangan 5G.
“Kolaborasi lima elemen (Penta Helix Model), yang meliputi Pemerintah Pusat dan Daerah, Masyarakat, Media, Akademisi, dan Dunia Usaha diperlukan untuk pengembangan 5G. Pemerintah dalam hal ini mendapatkan tata kelola 5G yang efisien dan terarah; Dunia Usaha mendapatkan peluang partisipasi mengembangkan usahanya; Akademisi mendapatkan ruang inovasi dan studinya dijasikan basis pemerintah dalam mengambil kebijakan; Media mendapatkan akses pada informasi publik secara real-time; sedangkan Masyarakat mendapatkan layanan 5G dengan kualitas terbaik,” ujar Indra Utama, Koordinator Standar Telekomunikasi Radio Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia.
Tantangan dan Hambatan Implementasi 5G
Christian G Gustiana, GM Networks Strategy Planning Telkomsel mengatakan, bahwa implementasi jaringan 5G tidak bisa terlepas dari berbagai tantangan dan hambatan. Penggelaran 5G yang ideal bagi industri masih terganjal sejumlah masalah. Salah satunya terkait ketersediaan spektrum.
“Regulator harus berusaha secepat mungkin untuk menetapkan setidaknya (bersebelahan) 100 MHz per operator di mid-bands 5G pertama dan 800 MHz per operator di pita mmWave pertama untuk mendukung layanan 5G yang optimal,” tambah Christian G Gustiana, GM Networks Strategy Planning Telkomsel.
Saat ini, Christian menambahkan, Telkomsel menggunakan spektrum 2,3 dan 2,1 GHz, serta telah tersedia di 9 kota, 10 kluster residensial, 10 hotspot, 4 event nasional dan internasional termasuk World Superbike 2021 dan MotoGP 2022 Mandalika, PON XX Papua 2021, Pusat Industri Digital Indonesia 4.0, dan KTT G20 di Bali tahun 2022 ini.
Selain spektrum, ekosistem – dalam hal ini terkait perangkat dan use cases, juga menjadi tantangan lainnya dalam implementasi 5G di Indonesia. Bukan saja harga perangkat 5G yang masih mahal, isu perlindungan data pribadi juga belum selesai. Belum lagi, langkanya ekosistem dalam negeri.
“Harapannya selain pengadaan spektrum baru, dengan harga yang lebih fleksibel, pertumbuhan perangkat 5G juga bisa terus meningkat, dengan harga yang semakin murah,” imbuh Christian.
Sementara itu, Ketua Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Sarwoto Atmosutarno menyoroti kondisi operator saat ini secara global dalam menghadapi 5G. “Bukan saja revenue yang terus turun, operator juga mengalami tekanan pada cahflow, peningkatan CAPEX untuk layanan yang terus meningkat, serta EBITDA margin yang stagnan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, strategi implementasi 5G disebut sangat penting oleh Sarwoto. Berdasarkan kerangka Peta Jalan 5G PokJa Model Bisnis memetakan strategi implementasi 5G dari 2021 sampai 2024. Adapun strategi itu meliputi implementasi 5G di ibu kota provinsi, destinasi wisata super prioritas seperti Borobudur dan Mandalika, ibukota negara baru dan di industri manufaktur.
Baca juga: Ericsson Mobility Report: Data Traffic Seluler Meningkat Hampir 300 Kali Lipat Dalam 10 tahun
“Itu belum termasuk strategi implementasi micro operator, dengan sejumlah skenario termasuk kepemilikan jaringan, kerjasama dengan jabersel, kepemilikan frekuensi, operasional jaingan, elemen jaringan, aplikasi platform, dan penomoran,” pungkasnya.
Konsep micro operator sendiri digagas untuk membangun jaringan sel kecil lokal untuk penyampaian layanan yang disesuaikan. Pendekatan ini dapat membuka ekosistem bisnis komunikasi seluler 5G di masa depan untuk memungkinkan masuknya pendatang baru ke pasar.
Micro operator dapat membangun dan mengoperasikan infrastruktur komunikasi sel kecil dalam ruangan dan menawarkan layanan dan konten terkait konteks lokal untuk melayani kebutuhan spesifik berbagai sektor vertikal yang melengkapi penawaran broadband seluler tradisional.