Trendtech, Jakarta – Dalam era serba terkoneksi ini, kecepatan dan keandalan jaringan digital bukan lagi sekadar kebutuhan tambahan, melainkan menjadi tulang punggung ekonomi digital dan kesejahteraan sosial. Di bulan Juni 2025 ini, laporan terbaru dari Opensignal menyoroti posisi Indonesia dalam Global Network Excellence Index, dan memetakan secara rinci kekuatan, tantangan, serta arah kebijakan yang dapat mendorong negeri ini menuju keunggulan jaringan digital yang sesungguhnya.
Posisi Indonesia: Maju, Tapi Belum Maksimal
Berdasarkan laporan Opensignal, Indonesia menempati peringkat ke-58 secara global pada kuartal pertama 2025. Di satu sisi, ini menunjukkan posisi yang cukup kompetitif. Namun, ada catatan penting di balik angka ini. Dalam indikator ketersediaan jaringan 4G/5G, Indonesia justru turun empat peringkat ke posisi dua, yang mengindikasikan bahwa negara lain bergerak lebih cepat dalam memperluas jangkauan jaringan modern mereka.
Baca juga: Indosat Maksimalkan Teknologi untuk Pelestarian Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat Lokal
Sementara itu, dalam hal kualitas konsisten jaringan—yang mengukur kestabilan dan pengalaman pengguna dalam menggunakan internet—Indonesia juga mengalami penurunan dua peringkat ke posisi 54. Walau skor penurunan hanya -0,1 poin persentase, hal ini mencerminkan adanya stagnasi di tengah laju peningkatan negara-negara tetangga. Namun, ada kabar positif dari sisi kecepatan unduh 4G, yang naik 1 Mbps menjadi 25,6 Mbps dan mengangkat posisi Indonesia ke peringkat 86. Ini sinyal bahwa ada peningkatan meski belum signifikan.
Realitas Konektivitas: Tantangan Negara Kepulauan
Sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau, Indonesia menghadapi tantangan geografis yang tak kecil dalam hal infrastruktur digital. Menariknya, jaringan seluler menjadi tulang punggung utama akses internet di Indonesia, bukan broadband tetap. Menurut data GSMA Intelligence, hanya 21% rumah tangga yang memiliki akses broadband tetap, sementara ada 121 langganan mobile per 100 orang—angka yang menunjukkan betapa dominannya konektivitas seluler di Tanah Air.
Dalam konteks ini, program nasional seperti Palapa Ring dan Peta Jalan Indonesia Digital menjadi tonggak penting. Kedua inisiatif tersebut bertujuan memperluas jaringan internet ke wilayah-wilayah terpencil, memastikan tak ada satu pun warga negara yang tertinggal dalam arus transformasi digital.
Membuka Potensi 5G: Masih Ada Hambatan
Indonesia telah memulai perjalanan menuju jaringan generasi kelima, atau 5G, dengan berbagai upaya modernisasi infrastruktur. Namun, satu tantangan utama yang masih membayangi adalah keterbatasan spektrum. Saat ini, hanya tersedia 360 MHz spektrum mid-band, jauh lebih kecil dari rata-rata regional. Bahkan, frekuensi 3.5 GHz yang krusial untuk penggelaran 5G masih digunakan untuk keperluan satelit hingga setidaknya tahun 2027.
Dampaknya, Indonesia tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam, yang sudah lebih dulu menerapkan jaringan 5G secara luas. Maka, jika ingin bersaing di tingkat regional, perlu ada terobosan dalam regulasi spektrum dan percepatan refarming frekuensi.
Arah Kebijakan: Momentum untuk Melesat
Melihat ke depan, fokus pemerintah yang baru terhadap pembangunan infrastruktur—khususnya di sekitar Ibu Kota Nusantara (IKN)—menjadi peluang strategis untuk memperkuat fondasi digital bangsa. Dengan komitmen yang kuat, Indonesia bisa membangun ekosistem digital yang lebih andal, inklusif, dan tangguh.
Dalam laporan sebelumnya, Opensignal juga menyoroti empat pilar kebijakan yang sangat berpengaruh terhadap pengalaman pengguna: pengelolaan spektrum yang efisien, sistem perizinan yang adaptif, perluasan infrastruktur digital, dan akses yang merata. Keempatnya harus menjadi prioritas agar transformasi digital tidak hanya terjadi di kota besar, tetapi juga menyentuh desa-desa dan pelosok negeri.
Indonesia memiliki skala pasar, ambisi transformasi, dan momentum kebijakan yang sangat menjanjikan. Namun, untuk mencapai keunggulan jaringan digital yang sejati, pergeseran fokus dari sekadar kecepatan ke konektivitas yang stabil dan merata menjadi hal yang mutlak. Laporan Opensignal ini menjadi pengingat penting bahwa perjalanan masih panjang, namun arah yang ditempuh sudah berada di jalur yang benar.