Trendtech, Jakarta – Layaknya perang, pandemi Covid-19 memberikan dampak ke semua perusahaan, termasuk startup. startup decacorn seperti Gojek pun mengambil langkah strategis agar bisnisnya tetap sustainable. Bagi investor, optimisme untuk bisa survive adalah salah satu kunci agar startup tidak jatuh lebih dalam ke lumpur pandemi.
Dikatakan Devina Halim, Vice President of Investment East Ventures, ada sekitar 160 startup yang menjadi asuhan dari perusahaannya. Saat pandemi berlangsung, semua dilihat kembali, khususnya dari sisi mindset para pendirinya. Mindset para pendiri startup sangat penting untuk melihat optimisme mereka menghadapi pandemi yang dipastikan akan berlangsung lama.
Baca juga: 10 Hot Consumer Trends pada Tahun 2030, Prediksikan Internet Sepenuhnya Terhubung dengan Panca Indra
“Juni lalu itu waktu peak-nya. Kami mulai melakukan round call ke 160 startup. Tujuan untuk mengetahui mindset para founder, lalu seberapa banyak cash yang mereka punya. Kita harus tahu posisi financial mereka, termasuk cost cutting strategy,” ujar Devina, dalam webinar Forum Wartawan Teknologi (Forwat) bertema ‘Startup Indonesia di Tengah Pandemi’, Senin, 31 Agustus 2020.
Dari langkah-langkah tersebut maka akan diketahui strategi yang dijalankan berikutnya, yakni mengeluarkan keputusan untuk meng-cut pengeluaran yang tak penting dan fokus pada layanan andalan. Seperti yang dilakukan Gojek, melihat perubahan perilaku konsumen di tengah pandemi, maka Gojek menerapkan strategi yang fokus pada bisnis inti untuk memastikan pertumbuhan Gojek dan ekosistem nya yang berkesinambungan yaitu transportasi online, pesan-antar makanan dan kebutuhan pokok, dan dompet digital.
Devina mengakui, sejak pandemi sampai April kemarin, masih ada sekitar 100 startup asuhan East Ventures yang masih bertahan dan aktif. Pasalnya, mereka telah membuat kategorisasi startup berdasarkan dampak pandemi. Mulai dari Very Badly Impacted (seperti online travel dan booking hotel), Slightly Impacted, sampai Unique Company atau perusahaan baru yang muncul karena inovasi baru dan membuat mereka bisa bertahan.
Bagi Startup seperti Gojek dan Halodoc, mereka telah diuntungkan oleh core business dan multiple business yang dijalankan. Gojek, misalnya, meskipun beberapa layanan terdampak, namun mereka masih memiliki banyak layanan yang membuat mereka bisa bertahan. Saat GoLife harus ditutup karena termasuk kategori layanan dengan sentuhan fisik, kemudian GoRide dihentikan sementara pada saat PSBB, namun GoSend, GoFood dan GoMart, GoTix dan GoGames menunjukkan ketahanan bisnis dan kenaikan permintaan.
“Model bisnis kami adalah on demand application. Sehingga kami membangun bisnis secara strategis dan berkelanjutan yang tidak hanya bertumpu pada satu layanan. Kemampuan untuk beradaptasi cepat dengan situasi inilah yang menjadi salah satu competitive advantage kami untuk dapat terus memelihara keberlangsungan bisnis di masa pandemi. Kami berupaya untuk menjadi andalan bagi masyarakat dengan menghadirkan solusi inovatif melalui ekosistem digital yang membantu masyarakat untuk tetap produktif yang mengedepankan aspek Kesehatan, Kebersihan dan Keamanan (J3K). ” ujar Nila Marita, Chief of Corporate Affairs Gojek, dalam kesempatan yang sama.
Nila menambahkan bahwa Gojek juga memiliki komitmen jangka panjang untuk mendorong agar UMKM terus bertumbuh walaupun di tengah pandemi. Melalui inisiatif #MelajuBersamaGojek Gojek memberikan solusi inklusif dan komprehensif (hulu ke hilir) bagi UMKM untuk go-digital. Melalui semangat gotong royong, Gojek menggandeng berbagai pihak termasuk pemerintah untuk memberikan solusi UMKM naik kelas.
Selain itu, kata Nila, Gojek juga fokus ke area dimana mereka bisa saling bekerja sama, terutama dengan para pemain besar dan terbaik di masing-masing industri. Salah satunya yang sudah mereka lakukan dengan HaloDoc.
Startup di bidang kesehatan itu mengakui jika bisnisnya melakukan pivot dengan cepat. Pasalnya, semua orang ingin lebih sehat di era pandemi ini dan Halodoc memiliki misi tersebut, memudahkan dan mendekatkan layanan kesehatan ke masyarakat.
“Faktanya, secara average global, terdapat 14 dokter per 10 ribu populasi. Indonesia di 3,8. Situasi ini ditambah lagi dengan penyebaran dokter yang tidak merata. Tantangan ini yang kita coba untuk atasi melalui platform Halodoc. Ketika COVID-19 mulai terkonfirmasi di Maret, kita langsung pivot. Gimana caranya mendukung Indonesia dengan melakukan tes COVID-19 sebanyak mungkin. Sampai sekarang 200 ribu tes sudah kita lakukan, kombinasi rapid dan PCR. Halodoc juga menjadi yang pertama kali menjalankan drive thru rapid test di Indonesia, dan fasilitas itu masih tetap ada sampai sekarang,” ujar Dionisius Nathaniel, Chief Marketing Officer Halodoc.
Yang menarik, kata Dion, dalam fitur Chat with Doctor, diketahui jika konsultasi meningkat drastis, termasuk terkait Kesehatan Jiwa. Selain itu, Halodoc juga mencatat pertumbuhan yang signifikan dan kini terdapat 20 juta pengguna aktif tiap bulannya. Sebelumnya, Halodoc juga menginisiasi Chat with Doctor gratis di Hari Ulang Tahun Republik Indonesia Ke-75 pada 17 Agustus 2020 sebagai perwujudan Gerakan #MerdekaDariCOVID19.
“Sampai saat ini kami telah bermitra dengan 20.000 dokter dan ribuan farmasi di lebih dari 100 kota untuk delivery obat. Kalau untuk farmasi delivery (Toko Kesehatan), kami memiliki kemitraan strategis dengan Gojek, sehingga layanan ini tersedia di wilayah-wilayah yang ter-cover oleh Gojek,” ujar Dion.